HUKUM PERJANJIAN
1. Standar Kontrak
Menurut Mariam Darus, standar kontrak terbagi 2 yaitu
umum dan khusus :
1)
Kontrak standar umum artinya kontrak yang
isinya telah disiapkan lebih dahulu oleh kreditur dan disodorkan kepada
debitur.
2)
Kontrak standar khusus, artinya kontrak
standar yang ditetapkan pemerintah baik adanya dan berlakunya untuk para pihak
ditetapkan sepihak oleh pemerintah.
Menurut
Remi Syahdeini, keabsahan berlakunya kontrak baru tidak perlu lagi dipersoalkan
karena kontrak baru eksistensinya sudah merupakan kenyataan.
Kontrak
baru lahir dari kebutuhan masyarakat. Dunia bisnis tidak dapat berlangsung
dengan kontrak baru yang masih dipersoalkan.
Suatu
kontrak harus berisi:
a)
Nama dan tanda tangan pihak-pihak yang
membuat kontrak.
b)
Subjek dan jangka waktu kontrak
c)
Lingkup kontrak
d)
Dasar-dasar pelaksanaan kontrak
e)
Kewajiban dan tanggung jawab
f)
Pembatalan kontrak
2. Macam – Macam
Perjanjian
1)
Perjanjian Jual-beli
2)
Perjanjian Tukar Menukar
3)
Perjanjian Sewa-Menyewa
4)
Perjanjian Persekutuan
5)
Perjanjian Perkumpulan
6)
Perjanjian Hibah
7)
Perjanjian Penitipan Barang
8)
Perjanjian Pinjam-Pakai
9)
Perjanjian Pinjam Meminjam
10)
Perjanjian Untung-Untungan
3. Syarat Sahnya Perjanjian
Menurut Pasal
1320 Kitab Undang Undang Hukum Perdata, sahnya perjanjian harus memenuhi empat
syarat yaitu :
1)
Sepakat untuk mengikatkan diri Sepakat maksudnya
adalah bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuju
untuk seia sekata mengenai segala sesuatu yang diperjanjikan. Kata sepakat ini
harus diberikan secara bebas, artinya tidak ada pengaruh dipihak ketiga dan
tidak ada gangguan.
2)
Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian Kecakapan
untuk membuat suatu perjanjian berarti mempunyai wewenang untuk membuat
perjanjian atau mngadakan hubungan hukum. Pada asasnya setiap orang yang sudah
dewasa dan sehat pikirannya adalah cakap menurut hukum.
3)
Suatu hal tertentu Suatu hal tertentu merupakan pokok
perjanjian. Syarat ini diperlukan untuk dapat menentukan kewajiban debitur jika
terjadi perselisihan. Pasal 1338 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu perjanjian
harus mempunyai sebagai suatu pokok yang paling sedikit ditetapkan jenisnya.
4)
Sebab yang halal Sebab ialah tujuan antara dua belah
pihak yang mempunyai maksud untuk mencapainya. Menurut Pasal 1337 KUHPerdata,
sebab yang tidak halal ialah jika ia dilarang oleh Undang Undang, bertentangan
dengan tata susila atau ketertiban. Menurut Pasal 1335 KUHPerdata, perjanjian
tanpa sebab yang palsu atau dilarang tidak mempunyai kekuatan atau batal demi
hukum.
4. Syarat Lahirnya Perjanjian
Berdasarkan Pasal 1320 jo 1338 ayat (1) BW/KUHPerdata dikenal adanya asas
konsensual, yang dimaksud adalah bahwa perjanjian/kontrak lahir pada saat
terjadinya konsensus/sepakat dari para pihak pembuat kontrak terhadap obyek
yang diperjanjikan.
Pada umumnya perjanjian yang diatur dalam BW bersifat konsensual. Sedang
yang dimaksud konsensus/sepakat adalah pertemuan kehendak atau persesuaian
kehendak antara para pihak di dalam kontrak. Seorang dikatakan memberikan
persetujuannya/kesepakatannya (toestemming), jika ia memang menghendaki apa
yang disepakati.
Mariam Darus Badrulzaman melukiskan pengertian sepakat sebagai pernyataan
kehendak yang disetujui (overeenstemende wilsverklaring) antar pihak-pihak.
Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte). Pernyataan pihak
yang menerima penawaran dinamakan akseptasi (acceptatie). Jadi pertemuan
kehendak dari pihak yang menawarkan dan kehendak dari pihak yang akeptasi
itulah yang disebut sepakat dan itu yang menimbulkan/melahirkan
kontrak/perjanjian.
Ada beberapa teori yang bisa digunakan untuk menentukan saat lahirnya
kontrak yaitu:
a.
Teori Pernyataan (Uitings Theorie)
b.
Teori Pengiriman (Verzending Theori).
c.
Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie).
d.
Teori penerimaan (Ontvangtheorie).
5. Pembatalan dan Pelaksanaan
Suatu Perjanjian
Pembatalan Perjanjian
Suatu perjanjian dapat dibatalkan oleh salah satu pihak yang membuat perjanjian
ataupun batal demi hokum. Perjanjian yang dibatalkan oleh salah satu pihak
biasanya terjadi karena;
1)
Adanya suatu pelanggaran dan pelanggaran tersebut
tidak diperbaiki dalam jangka waktu yang ditentukan atau tidak dapat
diperbaiki.
2)
Pihak pertama melihat adanya kemungkinan pihak kedua
mengalami kebangkrutan atau secara financial tidak dapat memenuhi kewajibannya.
3)
Terkait resolusi atau perintah pengadilan
4)
Terlibat hukum.
5)
Tidak lagi memiliki lisensi, kecakapan, atau wewenang
dalam melaksanakan perjanjian.
http://taniaanjani.blogspot.com/2013/05/hukum-perjanjian.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar